TUGAS ETIKA BISNIS
“ETIKA BISNIS PADA PENGELOLAAN DANA DI BMT-MEDINAT”
_
Disusun Oleh:
Nama : Rezi Gusri
NPM : 15215855
Kelas :3EA03
Universitas Gunadarma
Fakultas Ekonomi
Jakarta
2018
ABSTRAK
Kegiatan bisnis dalam ekonomi Islam didasarkan pada al-Qur‟an dan al-Hadis, khususnya pada Lembaga Keuangan Syari‟ah. BMT Medinat adalah koperasi syari‟ah dengan fasilitas layananan simpan-pinjam. Sistem oprasional sesuai dengan al-Qur‟an dan al-Hadis, agar bisnis berjalan sesuai dengan sistem ekonomi Islam yang semestinya. Didalam pandangan Islam bawasanya banyak transaksi bisnis yang mengandung ghahar atau ketidak pastian, maisir atau perjudian, riba atau bunga, merugikan salah satu piha. BMT Medinat salah satu koperasi syari‟ah yang menerapkan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam diterapkan agar dalam aktivitas bisnis selalu ber-etika baik dan tidak akan ada salah satu pihak yang rugi dan merugikan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi dapat secara intensif mengali informasi agar lebih akurat. Data yang sudah didapat kemudian diolah dengan menginterpretasikan kedalam kalimat hingga dapat ditarik kesimpulan sebagi hasil dari penelitian. Sedangkan unutk menguhi validitas, penulis mengggunakan triangulasi sumber. Setelah dilakukan penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan BMT Medinat telah menerapkan etika bisnis Islam sesuai dengan al-Qur‟an dan al-Hadis. Norma berlaku bersih dapat dilihat dari tidak ada kegiatan yang merugikan salah satu pihak (anggota dan BMT Medinat). Norma transparan dapat dilihat dari keterbukaan antar anggota dan BMT Medinat. Norma profesional dapat dilihat dari staff karyawan dapar berkerja dengan baik. Norma kesatuan dapat dilihat dari hubungan vertikal kepada Tuhan. Norma keseimbangan dapat dilihat dari adanya hubungan horisontal dengan manusia (hubungan antara manager, karyawan dan angggota BMT Medinat) dengan tujuan kesejahteraan dunia dan akhirat. Norma kehendak bebas dapat dilihat dari beberapa indikator yang menunjukkan di BMT Medinat adanya kebebasan anggota dalam transaksi, karena kebebasan mutlak hanya hanya milik Allah. Norma tanggung-jawab dapat dilihat dari tanggung jawab BMT Medinat kepada anggota.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Etika dan integritas merupakan suatu keinginan yang murni dalam membantu orang lain.Kejujuran yang ekstrim, kemampuan untuk mengenalisis batas-batas kompetisi seseorang, kemampuan untuk mengakui kesalahan dan belajar dari kegagalan. Kompetisi inilah yang harus memanas belakangan ini. Kata itu mengisyaratkan sebuah konsep bahwa mereka yang berhasil adalah yang mahir menghancurkan musuh-musuhnya. Banyak yang mengatakan kompetisi lambang ketamakan. Padahal, perdagangan dunia yang lebih bebas dimasa mendatang justru mempromosikan kompetisi yang juga lebih bebas. Lewat ilmu kompetisi kita dapat merenungkan, membayangkan eksportir kita yang ditantang untuk terjun ke arena baru yaitu pasar bebas dimasa mendatang. Kemampuan berkompetisi seharusnya sama sekali tidak ditentukan oleh ukuran besar kecilnya sebuah perusahaan. Inilah yang sering dikonsepkan berbeda oleh penguasa kita dalam menjalan kan bisnis mereka..
Perekonomian suatu negara sangat ditopang oleh peranan bisnis yang dilakukan oleh para penduduknya. Begitu juga dengan bisnis lembaga keuangan yang berperan mengelola keuangan masyarakat. Dalam ilmu ekonomi kita kenal hukum “bila uang banyak beredar di masyarakat akan mengakibatkan inflasi”. Sehingga di sinilah peran lembaga keuangan yang dapat menyeimbangkan jumlah uang yang beredar dengan uang yang disimpan. Bagi sebuah lembaga yang merupakan bisnis keuangan, produk yang diperjualbelikan adalah jasa keuangan. Sebelum dilakukan penjualan jasa keuangan, lembaga keuangan haruslah terlebih dulu membeli jasa keuangan yang tersedia di masyarakat dan membeli jasa keuangan dapat diperoleh dari berbagai sumber dana yang ada, terutama sumber dana dari masyarakat luas (Kasmir, 2001: 45).
Lembaga keuangan berfungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary), maka dalam hal ini faktor “kepercayaan” dari masyarakat merupakan faktor utama dalam menjalankan bisnis perbankan. Tidak hanya perbankan yang dapat berfungsi sebagai Financial Intermediary, namun ada pula lembaga keuangan non bank, sebut saja salah satunya adalah koperasi. Koperasi merupakan salah satu dari tiga kelompok pelaku ekonomi Indonesia yaitu BUMN/BUMD, swasta, dan koperasi. Eksistensi koperasi telah diakui secara nasional sehingga termuat dalam Undang-undang Dasar 1945 dan terwujud dalam Undang-undang RI No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian.
Keberadaan koperasi telah direspon positif oleh masyarakat. Namun sampai saat ini peran utama koperasi dalam percaturan ekonomi Indonesia belum nampak baik, bahkan terkesan ketinggalan dibanding dengan pelaku-pelaku ekonomi yang lain. Mungkin karena beberapa hal, antara lain pengelolaannya yang kurang serius dan tidak profesional, kurang memiliki karakter shiddiq dan amanah atau mungkin juga karena modal yang kurang memadai. Koperasi yang menerapkan pola simpan pinjam dengan prinsip syariah biasa disebut Baitul Mal wa Tamwil (BMT).
Ridwan (2004) dalam Habibah (2008: 3) menjelaskan bahwa di antara lembaga keuangan yang terkait langsung dengan upaya pengentasan kemiskinan adalah Baitul Maal wa Tamwil (BMT) dengan sistem syariahnya. Apalagi masyarakat pedesaan yang belum terjangkau oleh lembaga keuangan perbankan. Sehingga dengan ini, keberadaan BMT dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat kecil yang kelebihan dana maupun yang kekurangan dana.
BMT merupakan salah satu model lembaga keuangan syariah yang paling sederhana yang saat ini banyak muncul dan tenggelam di Indonesia. Sayangnya, gairah munculnya begitu banyak BMT di Indonesia tidak didukung oleh faktor-faktor pendukung yang memungkinkan BMT untuk terus berkembang dan berjalan dengan baik. Fakta yang ada di lapangan menunjukkan banyaknya BMT yang tenggelam dan bubar yang disebabkan oleh berbagai macam hal antara lain: manajemennya yang amburadul, pengelola yang tidak amanah dan profesional, tidak dipercaya masyarakat, kesulitan modal, dan lain sebagainya. Akibatnya, citra yang timbul di masyarakat sangat jelek. BMT identik dengan jelek, tidak dapat dipercaya, dan sebagainya.
Usaha untuk mempertahankan kualitas kinerja dan kelangsungan usaha berdasarkan prinsip syariah tersebut sangat dipengaruhi oleh kualitas dari penanaman dana (manajemen dana). Manajemen dana sebagai suatu usaha pengelolaan dana bertujuan untuk mengelola posisi dana yang dihimpun dan pengalokasiannya pada aktivitas financing yang tepat dan optimal sehingga menghasilkan tingkat kinerja yang bagus di mata para stakeholders.
Dari paparan di atasdapatdisimpulkanbahwamanajemendanasangatlahpentingdalamoperasionallembagakeuangankhususnya BMT selakulembaga yang memperjualbelikanjasakeuangan (dana). Makapenulis di sinimencobamerangkaiberbagaitulisanterkaitmengenaiteorimanajemendanadenganpenilaiantingkatkesehatan BMT yang ditinjaudariaspekJasadiyah (analisis CAMEL) danaspekRuhiyah, hinggakemudianmunculjudul “ETIKA BISNIS PADA PENGELOLAAN DANA DI BMT-MEDINAT”.
Rumusan Masalah
Berdasarkanlatarbelakang yang telahdipaparkan di atas, makamasalahdalampenelitianinidapatdirumuskansebagaiberikut:
Bagaimana etika dalam dunia bisnis pada BMT-Medinat?
Bagaimana manajemen pengelolaan dana yang digunakan oleh BMT-Medinat sebagai upaya peningkatan kesehatan?
Tujuan Penelitian
Sesuaidenganpermasalahan yang telahdirumuskan, makatujuandaripenelitianiniadalah:
Untuk mengetahui bagaimana etika dalam dunia bisnis pada BMT-Medinat.
Untukmendeskripsikantentangmanajemenpengelolaandanpengalokasiandana yang dimilikisebagaiupayapeningkatankesehatan BMT-Medinat.
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Sekilas Tentang Koperasi
Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan (Reksohadiprodjo, 1998: 1).
Adapun tujuan koperasi adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Walaupun sebagai badan usaha koperasi dimiliki oleh anggotanya, namun dalam mengerjakan tugas-tugasnya diserahkan kepada orang lain, yaitu pengelola. Sedangkan pengawasannya dilaksanakan oleh orang lain yaitu pengawas. Berbagai karakteristik koperasi yang membedakannya dengan perseroan adalah:
a. Pemilik adalah anggota sekaligus juga pelanggan.
b. Kekuasaan tertinggi berada pada Rapat Anggota.
c. Satu anggota adalah satu suara.
d. Organisasi ini diurus secara demokratis.
e. Tujuan yang ingin dicapai adalah mensejahterakan anggotanya, jadi tidak hanya mengejar keuntungan saja. Di sini fungsi sosial sangat diperhatikan oleh koperasi.
f. Keuntungan dibagi berdasarkan besarnya jasa anggota kepada koperasi.
g. Koperasi merupakan sekumpulan orang atau badan hukum yang berusaha mensejahterakan masyarakat (termasuk para anggotanya).
h. Koperasi merupakan alat perjuangan ekonomi.
i. Koperasi merupakan sistem ekonomi.
j. Unit usaha diadakan dengan orientasi melayani anggota.
k. Tata pelaksanaannya bersifat terbuka bagi seluruh anggota.
2.1.2 Pengertian Usaha BMT
Kata Baitul mal berasal dari kata bait dan al-mal. Bait artinya bangunan atau rumah, sedangkan al-mal berarti harta benda atau kekayaan. Jadi baitul mal secara harfiah berarti rumah harta benda atau kekayaan. Namun demikian, kata baitul mal biasa diartikan sebagai perbendaharaan (umum atau negara) (Lubis, 2004: 114).
Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) pada dasarnya merupakan pengembangan dari konsep ekonomi dalam Islam terutama dalam bidang keuangan. Menurut Widodo, dkk (1999) dalam Hamidah (2007: 16) istilah BMT adalah penggabungan dari Baitul Mal dan Baitul Tamwil. Baitul Maaladalah lembaga keuangan yang kegiatannya mengelola dana yang bersifat nirlaba (sosial). Sumber dana diperoleh dari zakat, infaq dan sedekah, atau sumber lain yang halal. Kemudian dana tersebut disalurkan kepada mustahiq yang berhak atau untuk kebaikan. Adapun Baitul Tamwil adalah lembaga keuangan yang kegiatannya adalah menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dan bersifat profit motive. Penghimpunan dana diperoleh melalui simpanan pihak ketiga dan penyalurannya dilakukan dalam bentuk pembiayaan atau investasi, yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah.
BMT (Baitul Maal wat Tamwil) atau padanan kata Balai Usaha Mandiri Terpadu adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil, dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin (Azis, 2008: 2).
2.1.3 Manajemen Data
a. Pengertian Manajemen Dana
Manajemen dana bank adalah sebagai suatu proses pengelolaan penghimpunan dana-dana masyarakat ke dalam bank dan pengalokasian dana-dana tersebut bagi kepentingan bank dan masyarakat pada umumnya serta pemupukannya secara optimal melalui penggerakan semua sumber daya yang tersedia demi mencapai tingkat rentabilitas yang memadai sesuai dengan batas ketentuan peraturan yang berlaku (Muhammad, 2005: 42).
b. Tujuan Manajemen Dana
Pokok-pokok permasalahan manajemen dana bank pada umumnya dan bank syariah pada khususnya adalah:
1) Berapa memperoleh dana dan dalam bentuk apa dengan biaya yang relatif murah.
2) Berapa jumlah dana yang dapat ditanamkan dan dalam bentuk apa untuk memperoleh pendapatan yang optimal.
3) Berapa besarnya dividen yang dibayarkan yang dapat memuaskan pemilik/pendiri dan laba ditahan yang memadai untuk pertumbuhan bank syariah.
Dari permasalahan yang ada di atas, maka manajemen dana mempunyai tujuan sebagai berikut:
1) Memperoleh profit yang optimal.
2) Menyediakan aktiva cair dan kas yang memadai.
3) Menyimpan cadangan.
4) Mengelola kegiatan-kegiatan lembaga ekonomi dengan kebijakan yang pantas bagi seseorang yang bertindak sebagai pemelihara dana-dana orang lain.
5) Memenuhi kebutuhan masyarakat akan pembiayaan.
Dari tujuan-tujuan di atas, bila diamati akan didapat kontradiksi antara tujuan yang satu dengan yang lainnya. Misalnya, di satu sisi bertujuan untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya, tentunya ini bisa direalisasi dengan memberikan pembiayaan yang sebesar-besarnya, namun di sisi lain kita juga harus menyediakan dana kas untuk memenuhi kewajiban-kewajiban segera dibayar, yang harus didukung oleh tersedianya dana yang memadai. (Muhammad, 2005: 48)
c. Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Dana BMT
Dalam menerapkan manajemen dana banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik bersumber dari intern lembaga keuangan itu sendiri ataupun dari eksternal (Muhammad, 2005: 44). Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen dana BMT dapat dikelompokkan antara lain:
1) Kebijaksanaan-kebijaksanaan moneter
Setiap muncul kebijaksanaan moneter yang baru, tidak hanya bank tetapi juga BMT harus harus mengambil langkah-langkah penyesuaian agar tidak melanggar peraturan atau ketinggalan di dalam percaturan keuangan dan perekonomian pada umumnya. Pentingnya pada bankir mengikuti kebijaksanaan moneter karena setiap kebijaksanaan tersebut mempunyai unsur-unsur yang perlu dipahami oleh bank agar langkah-langkah yang diambil selalu seirama.
2) Lingkungan
Lingkungan BMT baik internal maupun eksternal akan mempengaruhi gaya manajemen dana yang digunakan.
3) Mobilisasi dana
Dana yang ada di dalam masyarakat sifatnya relatif terbatas yang diperebutkan oleh perbankan dan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Oleh karena itu berlaku hukum permintaan dan penawaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran dana antara lain:
a) Ketentuan kewajiban pemeliharaan likuiditas (cash requirement ratio).
b) Jumlah ekspansi uang primer dari bank sentral.
c) Selera masyarakat untuk memilih bentuk simpanan yang diinginkan.
d) Tingkat pendapatan per kapita.
e) Peraturan-peraturan yang terkait pada masing-masing jenis dana.
4) Hubungan peminjam dengan pemodal
Di dalam masyarakat terdapat dua pihak, yaitu mereka yang mempunyai kelebihan uang (pemodal) dan di pihak lain yang mengalami kekurangan uang (peminjam) untuk memenuhi berbagai macam kebutuhannya. BMT yang pada dasarnya adalah penghubung atau mediator antara pemodal dengan peminjam berperan besar dalam hal menghubungkan dua kepentingan ini agar kedua pihak ini mencapai tujuan atas kebutuhan dan kepentingan masing-masing.
2.1.4 Sumber Dana
Dalam BMT berbagai sumber dana dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis (Ridwan, 2004 dalam Habibah, 2008: 15), yakni:
Dana pihak kesatu
Dana pihak kesatu ini sangat diperlukan BMT terutama pada saat pendirian. Dalam perbankan hal ini dikenal dengan istilah modal disetor. Dana ini dapat terus dikembangkan, seiring dengan perkembangan BMT. Sumber dana pihak kesatu ini dapat dikelompokkan menjadi:
1) Simpanan Pokok Khusus (Modal Penyertaan)
Yaitu simpanan modal penyertaan, yang dapat dimiliki oleh individu maupun lembaga dengan jumlah setiap penyimpanan tidak harus sama, dan jumlah dana tidak mempengaruhi suara dalam rapat. Untuk memperbanyak jumlah simpanan pokok khusus ini, BMT dapat menghubungi para aghniya maupun lembaga-lembaga Islam. simpanan hanya dapat ditarik setelah jangka waktu 1 tahun melalui musyawarah tahunan. Atas simpanan ini, penyimpanan akan mendapat porsi laba atau SHU pada setiap akhir tahun secara proporsional. Dengan jumlah modalnya.
2) Simpanan Pokok
Simpanan pokok ialah yang harus dibayar saat menjadi anggota BMT. Besarnya simpanan pokok harus sama. Pembayarannya dapat saja dicicil, supaya dapat menjaring jumlah anggota yang lebih banyak. Sebagai bukti keanggotaan, simpanan pokok tidak boleh ditarik selama menjadi anggota. Jika simpanan ini ditarik, maka dengan sendirinya keanggotaannya dinyatakan berhenti.
3) Simpanan Wajib
Simpanan ini menjadi sumber modal yang mengalir terus setiap waktu. Besar kecilnya sangat tergantung pada kebutuhan permodalan dan anggotanya. Besarnya simpanan wajib setiap anggota sama, baik simpanan pokok maupun simpanan wajib akan turut diperhitungkan dalam pembagian SHU.
4) Simpanan Sukarela
Adalah simpanan yang dilakukan secara sukarela baik jumlahnya maupun jangka waktunya.
5) Dana Cadangan
Yaitu bagian dari SHU (keuntungan) yang tidak dibagikan kepada anggota yang dimaksudkan untuk menambah modal.
Dana pihak kedua
Dana ini bersumber dari pinjaman pihak luar. Nilai dana ini memang sangat tidak terbatas. Artinya tergantung pada kemampuan BMT masing-masing, dalam menanamkan kepercayaan kepada calon investor. Pihak luar yang dimaksud ialah mereka yang memiliki dana yang dikelola secara syariah. Berbagai lembaga yang mungkin dijadikan mitra untuk meraih pembiayaan misalnya, Bank Muamalat Indonesia, BNI Syariah, Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah dan lembaga keuangan Islam lainnya.
Dana pihak ketiga
Dana ini merupakan simpanan sukarela atau tabungan dari para anggota BMT. Jumlah dan sumber ini sangat luas dan tidak terbatas. Dana pihak ketiga inilah yang paling besar porsinya karena berasal dari masyarakat luas.
Dilihat dari cara pengambilan sumber dananya, maka dapat dibagi menjadi empat:
1) Simpanan Lancar (Tabungan)
Adalah simpanan anggota kepada BMT yang dapat diambil sewaktu-waktu (setiap saat). BMT tidak dapat menolak permohonan pengambilan tabungan ini.
2) Simpanan Tidak Lancar (Deposito)
Adalah simpanan anggota kepada BMT yang pengambilannya hanya dapat dilakukan pada saat jatuh tempo.
3) Hibah
Yaitu pemberian dana dari pihak lain dan tidak ada kewajiban untuk membayar kembali baik berupa pokok pemberian maupun jasa.
4) Dana Lain Yang Tidak Mengikat
Berbagai sumber permodalan BMT tersebut semuanya sangat penting. Namun untuk mendapatkan jumlah dana yang besar, maka pengembangan unsur modal penyertaan perlu diperhatikan. Unsur ini dapat digunakan untuk menjaring para aghniya baik individu maupun lembaga lainnya.
METODE PENELITIAN
Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis (Wirartha, 2006: 69). Adapun penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis masalah untuk memperoleh fakta-fakta dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode penelitian adalah suatu cara atau prosedur untuk memperoleh pemecahan terhadap permasalahan yang sedang dihadapi. Metode penelitian mencakup alat dan prosedur penelitian.
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah Koperasi BMT Medinat
3.2. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara kualitatif yaitu penelitian yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas atau natural setting yang holistis, kompleks dan rinci (Indriantoro dan Supomo, 1999: 12).
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data (Sugiyono, 2005: 129). Pengumpulan data merupakan bagian dari proses pengujian data yang berkaitan dengan sumber dan cara untuk memperoleh data penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini di antaranya:
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan (Soemitro, 1985 dalam Subagyo, 2004: 63). Observasi sebagai alat pengumpul data dapat dilakukan secara spontan dapat pula dengan daftar isian yang telah disiapkan sebelumnya. Peneliti di sini melakukan observasi secara non partisipatif, yaitu peneliti tidak melibatkan diri dalam aktivitas objek yang diteliti, pengamatan dilakukan secara sepintas pada saat tertentu (Subagyo, 2004: 66). Dalam hal ini peneliti melakukan observasi pada aktivitas dan budaya kerja Para karyawan BMT-MMU.
2. Dokumentasi
Metode penelitian yang umumnya menggunakan data sekunder adalah penelitian arsip atau metode dokumentasi. Data dokumenter adalah jenis data penelitian yang antara lain berupa: faktur, jurnal, surat-surat, notulen hasil rapat, memo, atau dalam bentuk laporan program (Indriantoro dan Supomo, 1999: 146). Dalam hal ini dokumen yang diteliti yaitu laporan keuangan pada tahun buku 2006-2008.
3. Wawancara (Interview)
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data, apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil (Sugiyono, 2005: 130). Metode wawancara digunakan untuk mengumpulkan data primer.
Wawancara di sini dilakukan secara tidak terstruktur, adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2005: 132). Peneliti melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait di antaranya yaitu kepada staf manajer, bagian pendanaan, Staf Divisi BMT, dan sebagainya.
Beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peneliti adalah di antaranya:
a. Apa saja yang dapat dilakukan oleh pihak BMT Medinat dalam menghimpun dana pihak ketiga?
b. Dana yang telah terhimpun tersebut dialokasikan pada bidang-bidang apa saja?
c. Bagaimana pihak BMT dalam memegang kepercayaan yang telah diberikan oleh masyarakat?
d. Apa saja faktor-faktor yang menunjang keberhasilan BMT Medinat dalam menghimpun dana?
e. Apakah dengan manajemen dana yang baik akan menghasilkan tingkat kesehatan bank yang baik pula?
PAPARAN DAN PEMBAHASAN DATA HASIL PENELITIAN
Sejarah Berdirinya BMT Medinat
Perkembangan BMT di Indonesia berawal dari berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, yang mana pada prakteknya BMI dalam kegiatan operasionalnya berlandaskan nilai-nilai syariah. Setelah berdirinya BMI timbul peluang untuk mendirikan bank-bank yang berprinsip syariah, namun operasionalisasi BMI kurang menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah. Maka muncul usaha mendirikan bank dan lembaga keuangan mikro, seperti Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dan BMT yang bertujuan untuk mengatasi hambatan operasionalisasi di daerah (Sudarsono, 2012 : 108). Kondisi tersebut menjadi latar belakang munculnya BMT agar dapat menjangkau masyarakat daerah hingga ke pelosok pedesaan.
Pengembangan BMT sendiri merupakan hasil prakarsa dari Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil dan Menengah (PINBUK), yang merupakan badan pekerja yang dibentuk oleh Yayasan Inkubasi Usaha Kecil dan Menengah (YINBUK). YINBUK sendiri dibentuk oleh Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia (BMI) (Soemitra, 2010 : 455).Tujuan didirikannya BMT yaitu agar terciptanya sistem, lembaga, dan kondisi kehidupan ekonomi rakyat banyak yang dilandasi oleh nilai-nilai dasar salam (keselamatan) berintikan keadilan, kedamaian dan kesejahteraan (Ridwan, 2013 : 26). Menurut Sudarsono (2012 : 108), dengan keadaan tersebut keberadaan BMT setidaknya mempunyai beberapa peran :
Menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non-syariah.
Melakukan pembinaan dan pendanana usaha kecil.
Melepaskan ketergantungan pada renternir.
Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata.
BMT Medinat sendiri didirikan pada tanggal 16 Februari 2013.
Badan Hukum BMT
Secara yuridis Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu LKM formal dan LKM informal. LKM formal adalah LKM yang memiliki landasan hukum dan legistimasi dari instansi yang berwenang, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang ada, seperti koperasi dengan segala variannya seperti Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Sedangkan, LKM Informal dibentuk tanpa ada landasan hukum dan legistimasi dari instansi yang berwenang sebagaimana diatur dalam perundang-undangan. Bentuk dari LKM ini antara lain Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) serta BMT (Cahyadi, 2012 : 2).
Pernyataan tersebut bukan tanpa alasan karena sampai saat ini keberadaan BMT belum mempunyai payung hukum yang jelas. Ketidakjelasan badan hukum BMT pada saat ini memang menjadi permasalahan yang masih belum bisa diatasi, namun merujuk pada Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Meneg Koperasi dan UKM bersama Gubernur Bank Indonesia Nomor 351.1/KMK/010/2009, Nomor 900-639a tahun 2009, Nomor 01/SKB/M.KUKM/IX/2009 dan Nomor 11/43a/KEP.GBI/2009/2009 tentang strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro dapat memilih menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau Koperasi atau Badan Usaha Milik Desa (BUMdes) atau lembaga keuangan lainnya dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Etika dalam dunia bisnis pada BMT-Medinat
Bisnis merupakan salah satu dari sekian jalan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Artinya Allah SWT telah memberikan arahan bagi hamba – Nya untuk melakukan bisnis. Dalam Islam sendiri terdapat aturan maupun etika dalam melakukan bisnis. Kita sudah diberikan contoh riil oleh Rasulullah SAW.bagaimana beliau melakukan bisnis dengan cara berdagang. Bahkan hal tersebut telah dilakukannya dari kecil ketika diajak pamannya Abu Thalib untuk berdagang ke Syam. Dan dimana ketika seorang saudagar wanita kaya yakni Siti Khadijah r.a mempercayai beliau untuk menjual dagangannya kepasar maka, Rasulullah pun melaksanakannya dengan kejujuran dan kesungguhan.
Dalam pandangan Islam terdapat aturan ataupun etika yang harus dimiliki oleh setiap orang yang mau melakukan bisnis apalagi dia adalah seorang mukmin. Seorang mukmin dalam berbisnis jangan sampai melakukan tindakan – tindakan yang bertentangan dengan syariat. Rasulullah SAW.banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di antaranya ialah: Pertama,bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda: “Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani).Kedua, dalam Islam tidak hanya mengejar keuntungan saja (profit oriented) tapi, juga harus memperhatikan sikap ta’awun (tolong – menolong) diantara kita sebagai implikasi sosial bisnis. Ketiga, tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad SAW sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis. Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi bersabda, “Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah”. Dalam hadis riwayat Abu Dzar, Rasulullah saw mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak akan memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R. Muslim). Keempat, bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang bathil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu” (QS. 4: 29).Kelima, bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman (QS. al-Baqarah:: 278) dan masih banyak lagi etika ataupun petunjuk bisnis dalam Islam. Semua yang disebutkan diatas harus benar – benar dilakukan agar apa yang kita lakukan mendapat ridho- Nya.
Selain kita berhubungan dengan manusia yang lain (hablum minannas) kita juga harus menjalin hubungan dengan Sang Khaliq (hablum minallah), sehingga dalam setiap tindakan kita merasa ada yang mengawasi yakni Allah SWT. Keyakinan ini harus menjadi bagian integral dari setiap muslim dalam berbisnis. Hal ini karena bisnis dalam Islam tidak semata – mata orientasi dunia tetapi harus punya visi akhirat yang jelas. Dengan kerangka pemikiran seperti itulah maka persoalan etika dalam bisnis menjadi sorotan penting dalam ekonomi Islam. Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak harus dipandang sebagai dua hal yang bertentangan sebab, bisnis yang merupakan simbol dari urusan duniawi juga dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal yang bersifat investasi akhirat. Artinya, jika oreientasi bisnis dan upaya investasi akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan merupakan totalitas kepatuhan kepada Allah SWT), maka bisnis dengan sendirinya harus sejalan dengan kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada akhirat. Bahkan dalam Islam, pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi urusan dunia, tetapi mencakup pula seluruh kegiatan kita didunia yang dibisniskan (diniatkan sebagai ibadah) untuk meraih keuntungan atau pahala akhirat.
Jawaban Atas Pertanyaan Yang Diajukan
Cara penghimpunan dana pada pihak ketiga adalah dengan tabungan seperti pada bank umum yang ada di Indonesia selain itu juga ada beberapa pos dana sosial atau bisa disebut juga dengan Tabarru.
Akad Tabarru
Akad Tabarru yaitu akad yang dimaksudkan untuk menolong sesama dan murni semata-mata mengharap ridha dan pahala dari Allah SWT, sama sekali tidak ada unsur mencari return, ataupun suatu motif. Yang termasuk katagore akad jenis ini diantaranya adalah Hibah, Ibra, Wakalah, Kafalah, Hawalah, Rahn dan Qirad..[3]
Selain itu menurut penyusun Eksiklopedi Islam termasuk juga dalam kategori akad Tabarru seperti Wadi’ah, Hadiah, hal ini karena tiga hal tersebut merupakan bentuk amal perbuatan baik dalam membantu sesama,oleh karena itu dikatakan bahwa akad Tabarru adalah suatu transaksi yang tidak berorientasi komersial atau non profit oriented. Transaksi model ini pada prinsipnya bukan untuk mencari keuntungan komersial akan tetapi lebih menekankan pada semangat tolong menolong dalam kebaikan (ta’awanu alal birri wattaqwa).
Dalam mengalokasikan dana yang sudah terhimpun BMT Medinat mengalokasikannya ke pembiayaan murabahah, mudharabah, ijarah, dan quedhul hassan.
MURABAHAH (Defered Payment Sale)
Menurut definisi Ulama Fiqh Murabahah adalah akad jual beli atas barang tertentu. Dalam transasksi penjualan tersebut penjual menyebutkan secara jelas barang yang akan dibeli termasuk harga pembelian barang dan keuntungan yang akan diambil.
MUDHARABAH
Secara teknis Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh (100 %) modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
IJARAH
Pengertian secara etimologi ijarah disebut juga al-ajru (upah) atau al-iwadh (ganti). Ijarah disebut juga sewa, jasa atau imbalan. Sedangkan menurut Syara’ Ijarah adalah salah satu bentuk kegiatan Mu’amalah dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, seperti sewa menyewa dan mengontrak atau menjual jasa, atau menurut Sayid Sabiq Ijarah ini adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
Dalam memegang masyarak untung menabung di BMT Medinat usaha yang dapat dilakukan adalah jaga keterbukaan dengan angota, menginformasikan semua tentang arus kas kepada semua anggota.
Faktor yang menunjang leberhasilan BMT Medinat dalam mengimpun dana adalah “Sense of ownership” yang kuat dari setiap anggotanya.
PENUTUP
Kesimpulan
BMT Medinat telah menerapkan kegiatan bisnis sesuai dengan teori etika bisnis islam. Bisnis keuangan di BMT Medinat sudah menerapkan etika bisnis islam sesuai dengan al-Quran dan al-Hadis.
Bisnis islam dominan dengan penerapan apa yang sudah dalam aturan al-Quran dan al-Hadis, menjalankan kegiatan bisnis dengan berlaku bersih karena tidak ada unsur melanggar norna, hukum dan tidak melakukan kegiatan KKN. Tidak menerima suap dalam keterkaitan suatu pekerjaan misalanya memberikan hadiah atau suap. Melaksanakan kegiatan bisnis serta transaksi dengan transparan dan melakukan pekerjaan dengan sungguh-sungguh yang bertujuan untuk mendapatkan hasil yang baik. Melaksanakan bisnis dengan jujur atau terbuka kepada seluruh anggota. Bertanggung jawab atas apa yang diamanahkan BMT Medinat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah dan Keon Chee, Buku Pintar Keuangan Syari’ah, Jakarta : Zaman,2010
Ali, Hasan, asuransi dalam perseptif hukum islam, Jakarta : Kencana, 2004.
Dr. Habib Nazir, Muhammad Hasanuddin, S.Ag. Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syari’ah, Kaki langit, Bandung 2004.
Gemala Dewi, Wirdyaningsih, Yeni Salma Barlinti, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Prenada Media, Jakarta 2005
http://www.hestanto.web.id/sejarah-dan-badan-hukum-baitul-mal-wat-tanwil/
http://digilib.uin-suka.ac.id/23359/1/12240019_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf
https://bmtiqtisaduna.wordpress.com/2013/05/06/etika-bisnis-dalam-perspektif-islam/
http://digilib.uin-suka.ac.id/23359/